Sabtu, 13 Juli 2013

Cerita Kunci

Sebuah kunci membuat cerita di suatu malam. Kunci yang membuka sebuah kesadaran, menuju sebuah kedalaman.

Tiga perempuan terlihat bersama-sama melewatkan malam panjang menuju ke arah Jalan Legian. Sepanjang jalan menuju butik yang menjadi tujuannya, perempuan kedua sibuk membagi ceritanya tentang pelajaran-pelajaran hidup yang dia dapat hari itu bersama Gurunya, perempuan kesatu berceloteh tentang kejutan-kejutan indah dalam hidupnya yang baru-baru ini dia rasakan, dan permpuan ketiga bercerita tentang rasa kesalnya karena suaminya tak kunjung bisa dihubungi. Amarahpun terletup dari ceritanya, sebenarnya tak cukup membakar mereka bertiga, namun cukup membuat jiwa yang sejuk menjadi terpercik noda. Dua yang lain mendengarkan sambil tertawa-tawa. Sesekali mereka saling menimpali. Seakan malam itu adalah milik mereka bertiga. Asyik tenggelam dalam cerita, hingga tak terasa sampailah pada tempat yang dituju.

Kendaraan dihentikan pada tempat yang semestinya, namun sebelum turun perempuan ketiga menanyakan mengapa isi tas yang ada didepannya berhamburan, sambil memunguti isinya. Perempuan pertama mengatakan, memang dia yang mengeluarkan karena mencari-cari kacamatanya yang sepertinya ketinggalan di dapur tempat ia mengerjakan tugasnya sore tadi. Lalu mereka bertigapun turun, setelah memastikan pintu kendaraan terkunci, perempuan kesatu beriringan berjalan dengan teman-temannya. 

Butiknya agak jauh dari tempat mereka memarkir kendaraan, namun dengan sejuta cerita yang saling timpal menimpali tak terasa kaki sudah didepan tempat yang dituju. Lalu mereka bertigapun masuk dan langsung asyik memilih-milih pakaian yang dicari. Perempuan kedua dan ketiga terlihat asyik memilih dan mencoba-coba, namun perempuan kesatu tampak gelisah, teringat akan kacamatanya yang ketinggalan. Namun ia tak yakin apakah benar-benar tertinggal. Sembari menunggu teman-temannya memilih dia mencoba-membongkar-bongkar isi tasnya, tak ada. Namun belum juga ia yakin, dicarinyalah tempat duduk di ujung butik didekat mesin jahit tua, sambilmasih mengaduk aduk isi tasnya. Tak ada. Akhirnya dia yakin kacamatanya tertinggal di dapur tempat ia bertugas sore tadi. Sebentar kemudian ia bangkit dari duduknya, sambil asyik ikut melihat-lihat pakaian kebaya yang ada, sesekali ia mengomentari pakaian yang dicoba perempuan kedua dan perempuan ketiga. 

Tenggelam dalam keasyikan berbelanja, tiba-tiba dia teringat untuk menyiapkan kunci kendaraannya agar nanti pada saat pulang tidak perlu grubag grubug mencari. Dirabanya kantong-kantong celana jeans yang dikenakannya, kosong. Lalu dicari-cari di dalam tasnya tak ada. Dia mencoba mengingat, ya, dia ingat betul, tadi sewaktu akan duduk di dekat mesin jahit, dia merasa kunci itu mengganggu kenyamanan duduknya, lalu dia mengambil kuncinya dan memasukkan kedalam tasnya. Berarti kunci itu ada di dalam tasnya. Dibongkar seluruh isi tas, tak ada. Lalu perempuan itu bertanya pada penjaga butik, dimanakah kuncinya, tak ada yang tahu. Perempuan kedua meyakinkan perempuan pertama bila dia tadi melihat kunci itu sudah dibawa masuk kedalam butik. Perempuan ketiga juga meyakinkan bahwa kunci itu sudah dimasukkan kedalam tas perempuan pertama. Sekali lagi dibongkarlah isi tasnya, tetapa tak ada. Ragu dan cemas mulai melanda perempuan pertama, ketika rekan-rekannya menganjurkan mencari sekali lagi didalam butik, perempuan pertama ragu, "biarkan aku memastikan lagi, mungkin ketinggalan didalam kendaraan". Lalu berjalanlah ia menyusuri trotoar yang tadi mereka lewati, sambil celingukan barangkali menemukan benda itu disekitarnya. Hingga sampai ketempat kendaraannya berada, kunci itu tetap tak jua ditemukan. Orang-orang disekitar kendaraan itu ditempatkan juga tak ada yang melihat adanya kunci yang tercecer. Namun setidaknya dia tenang, kuncinya tak tertinggal didalam kendaraan, kendaraannya sudah terkunci dengan aman. Kembalilah ia kedalam butik, dan menggelengkan kepala kepada rekan-rekannya, "Tidak ada." 

Perempuan ketiga yang cukup peka segera meminta perempuan pertama untuk duduk, "cobalah duduk, dan berdoalah, seharusnya kunci itu ada didalam tasmu."  Sambil perempuan pertama berdoa, perempuan ketiga juga berdoa. Lalu mereka bongkar lagi isi tas perempuan pertama. Tetap tak ada. Penjaga butik dan pemilik butik menjadi ikut cemas. Perempuan pertama tetap tenang, dia beringsut keluar butik, nampak dia khusyuk berdoa lalu menelepon seseorang.  Perempuan kedua menyelesaikan transaksi baju-baju yang dia beli, lalu menghampiri perempuan pertama, dan menenangkannya, "Terpaksanya nanti pulang naik taxi, baru besok pagi diurusin parkirnya." katanya tenang sambil tersenyum-senyum. Ibu pemilik butik yang ikut cemas, mengaduk-aduk jahitannya, barangkali kunci itu ada terselip disitu. Namun tetap saja tak ada. Perasaan masygul memenuhi hati perempuan pertama, aneh sangat aneh, padahal ia ingat betul apa yang dia lakukan tadi. Ia yakin kunci itu ada didalam tasnya. Lalu tiba-tiba ia teringat di masa kecilnya dulu, terkadang ibunya kehilangan sesuatu, bisa jadi gunting, atau peralatan yang lain, lalu beberapa hari kemudian tiba-tiba muncul ditempat yang tak diduga-duga. Kata ibunya dulu, sedang dipinjam sesuatu yang tak nampak, "sudah biarkan saja, besok kan kembali". Begitu pula suaminya dulu, sering mengatakan hal yang sama. Kadang-kadang aku tak percaya. Tapi saat ini iyakah itu yang terjadi? kenapa salahku?? Apa karena waktu masuk tadi tak berucap salam??  Diguncang-guncang aneka pertanyaan, hingga perempuan ketiga kembali masuk dan tersenyum sembari berjalan kearah perempuan pertama, katanya, "sudah, aku bayar baju-baju ini dulu, sambil jalan, nanti kalau tidak ketemu kita naik taksi atau memanggil tukang kunci." 

Sekeluar dari butik perempuan ketiga bercerita, "Maafkan aku, ini semua salahku, aku pengajar spiritual, tak seharusnya aku melakukannya. Aku khilaf. Aku teringat, waktu berangkat tadi aku marah-marah dan menyalahkan suamiku beserta temannya, seharusnya aku menyadari. tak boleh lagi ada jari yang menunjuk pada orang lain. Akhirnya aku tadi menghubungi dan bertanya pada Guru, ya, kata beliau memang ini sebuah teguran dari Tuhan, bahwa seharusnya aku tak membiarkan ada amarah, apalagi menimpakan kesalahan pada orang lain, apalagi menunjuk orang lain sebagai sumber sebuah kesalahan. Seharusnya dengan kapasitasku aku mampu melihat kedalam diriku sendiri dan mengendalikan semuanya. Tak seharusnya aku .meninggalkan rumahku karena esok pagi aku harus mengajar sebuah hal yang sangat penting, tentang sebuah kebenaran, yang mana dalam menyampaikannya membutuhkan konsentrasi dan fisik yang prima, seharusnya aku menyiapkan diri sebaik mungkin, mengendalikan semuanya dengan baik, namun aku justru melanggar apa yang dilarang oleh Tuhan, dan Tuhan-pun marah padaku. Maafkan aku, karena kalian menjadi ikut merasakan teguran ini.". Perempuan pertama dan kedua tersenyum, memaklumi semuanya, "Ya sudah, kita lihat saja, nanti, mudah-mudahan setelah meminta maaf pada semua dan pada Tuhan kuncinya ketemu" Kata mereka berdua. Lalu dengan riang mereka bertiga berjalan menyusuri trotoar menuju tempat kendaraan mereka berada.

Beberapa saat berlalu, sampailah mereka pada tempat yang dituju. Ibu-ibu disekitar kendaraan menanyakan pada perempuan pertama yang tadi sempat menanyakan kunci pada mereka, " kuncinya ketemu bu?" Mereka bertiga menjawab bahwa kunci belum ketemu. 
Sedetik saja, tanpa sempat mencari lebih jauh, tiba-tiba kerumunan orang yang sedang main kartu di trotoar depan sebuah toko berteriak pada mereka bertiga, "Ibu cari apa? yang hilang apa?" "Iya pak, sebuah kunci mobil." "Inikah?" Kata salahsatunya, sambil mengacungkan kunci yang dicari-cari. Perempuan pertama si pemegang kunci terlonjak kegirangan  sambil mengatakan, "ya.. itu kunci saya, bapak menemukannya dimana?" Bapak itu mengatakan, bahwa kunci itu tergeletak di tengah jalan. Wow!! padahal mereka tadi sama sekali tak melewati tengah jalan itu. 

"Bagaimana" dan "kenapa" tak sempat lagi terucap panjang lebar, segera setelah berucap terimakasih kepada Bapak yang menemukan kuncinya mereka berucap syukur dan terimakasih pada Tuhan yang menegur mereka dengan caraNYA yang indah.