Jumat, 22 Mei 2015

Tetap Bahagia dengan Menerima Semua Apa Adanya

Berinteraksi dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari rasanya adalah hal yang sangat sepele. Semua orang pasti menjalani, karena sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia tak bisa berdiri sendiri, selalu saling membutuhkan satu sama lain dan melewati berbagai macam bentuk interaksi. Namun di lain sisi, manusia juga berfungsi sebagai makhluk individu, yang memiliki ego dan karakter tersendiri. Dengan ego dan karakter ini manusia memiliki kehendak dan sifatnya masing-masing.
Dari berbagai fakta tentang manusia inilah nantinya yang akan membentuk satu pola pergaulan dalam kehidupan, dimana manusia akan berinteraksi satu dengan lainnya, selain untuk memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial, sekaligus manusia juga akan menyuarakan keinginannya seperti karakter yang dimilikinya.

Semenjak kecil, kita semua tentunya diajarkan oleh orang tua kita bagaimana bergaul, berinteraksi yang baik dengan teman-teman kita. Mungkin dulu waktu kecil mudah saja kita berteman, berantem, lalu berteman kembali tanpa sakit hati. Karena memang jiwa kanak-kanak masih murni, sehingga lebih mudah memaafkan dan melupakan. Namun seiring bertambah usia, bertambah pengalaman hidup, maka mulailah terbentuk karakter dari masing-masing kita. Disinilah dinamika kehidupan dimulai. 

Pergaulan yang seharusnya hanya sebagai sarana untuk berinteraksi menuju tujuan utama hidup, terkadang akhirnya justru menjadi sumber masalah. Misalnya, kita bekerja di sebuah kantor, disitu kita mendapati atasan yang sangat otoriter dan mendominasi sehingga kita sangat tertekan, kreativitas kita hilang dan kita merasa sangat menderita menjalani pekerjaan, walaupun sebenarnya pekerjaan tersebut adalah hal yang sangat kita kuasai. Atau misalnya, kita memiliki teman yang dicap sebagai orang yang kekanak-kanakan dan maunya menang sendiri, sehingga dalam setiap proyek dia selalu membuat tak nyaman rekan satu tim. Atau dalam rumahtangga, kita memiliki suami yang pemalas dan menganggur, sehingga di rumah kita menjadi selalu uring-uringan. Hal-hal tersebut diatas adalah hal hal yang sangat lazim ada disekitar kita, atau mungkin justru kita sendiri yang mengalaminya. 

Disaat diri kita yang ada dalam pusaran kejadian tersebut diatas, maka yang muncul adalah rasa menderita, kecewa terhadap orang lain tersebut, sedih, marah, dan seterusnya, yang intinya kita merasa kitalah yang menjadi korban akibat orang lain yang seenaknya saja. Bila ini terus berlanjut, maka  kita membelitkan diri didalam masalah tanpa kunjung usai,  maka tanpa terasa kita tidak move on, dan tetap stuck di tempat dan melupakan tujuan kita sebenarnya.

Rasanya sulit sekali melepaskan diri. Apakah tidak ada solusi untuk hal tersebut ??

Dalam Soul Reflection yang pernah saya pelajari, kita akan mengetahui bahwa, kemarahan, kecemasan, kesedihan dan kekecewaan bisa terjadi karena kita belum memiliki cukup kerendah hatian, kita masih memprioritaskan ego kita diatas kepentingan orang lain. Maka pemahaman lebih dalam tentang jiwa akan membantu kita untuk bisa mengerti mengapa orang lain berlaku seperti itu. Bila semua telah diketahui, tentu kita tidak lagi akan mentang-mentang dan mengacungkan telunjuk kita untuk menuduh orang lain sebagai biang permasalahan, namun justru kita yang akan introspeksi diri, lalu dengan penuh kesadaran mengubah pola pikir kita. Untuk membuat gambaran yang baik, melalui kata-kata positif dalam afirmasi dan membayangkan bahwa orang-orang disekitar kita tersebut bukanlah trouble maker, mereka hanyalah orang yang kurang memahami orang lain, mereka berubah menjadi baik, bijaksana, bisa bertoleransi, rajin, dan tahu sopan santun, dan berbagai hal positif lain yang kita inginkan, lalu serahkan semua pada Tuhan. Karena kita tahu, hanya Tuhanlah yang berhak memutuskan, bukan kita.

Dengan mengubah mindset kita menjadi positif, maka semua juga akan mengikuti. Perasaan kita pasti menjadi lebih nyaman, tenang dan lebih berbahagia. Dan dengan segenap kerendahan hati kita akan menyadari bahwa kita tidak bisa menuntut semua orang seperti mau kita, karena semua memiliki latar belakang dan proses yang berbeda. Dan yang pasti pada akhirnya kita menjadi paham bahwa kita justru harus bersyukur karena dengan bertemu dengan mereka yang sulit, kita mendapat kesempatan untuk belajar bersabar, memahami dan berbuat baik melalui doa-doa yang baik untuk mereka tanpa mereka minta. 

Lebih dalam lagi pemahaman ini adalah dengan metode Soul Meter, dimana kita bisa mengukur seberapa banyak emosi kemarahan kita memancar, seberapa sedih kita, seberapa kecewa kita, sehingga setelah kita melakukan perubahan mindset bisa kita lakukan evaluasi/kroscek, apakah semua emosi, kemarahan, kesedihan, kekecewaan yang tadi sudah kita bersihkan benar-benar sudah bisa kembali nol? Bila belum nol, kita akan terus berusaha memurnikan diri lebih dalam lagi dengan benar-benar terukur.


Semua sangat mudah bila kita memahami Soul Reflection dan Soul Meter. Itulah mengapa Soul is Soulution.