Rabu, 22 Juni 2016

Cermin Berbayang Rasa

Pelajaran hari ini datang saat saya baru melangkah masuk rumah dan meletakkan tas kerja saya yang lumayan berat,  kira-kira pukul 20.50 WIB. Belum sampai meraih tombol lampu, tiba-tiba ada suara di depan rumah, “Kok petengan (=gelap-gelapan)  to Bu?”, Sayapun menoleh, oh rupanya bapak tetangga sebelah. Mungkin karena pas juga badan saya udah lelah banget, saya sempet illfill, dan membatin, “ini tetangga kok nyebelin banget, gak tahu apa kita baru pulang kerja jam segini, baru buka pintu, taruh tas, nyalain lampu aja belum, eh… malah dibilangin kok gelap gelapan, mbok ya mikir.”  Lalu saya keluar, rumah masih berantakan banget, tas-tas bergeletakan, duh. “Ada apa ya pak?” “Bu, maaf, mau ngganggu, besok kami mau betulin cor diatas rumah kami lagi, mau pinjem kunci rumahnya ibu.” (Jadi rumah sebelah itu sudah direnovasi total, dibuntuin total, nah, kalo genteng bocor, cornya bocor, ga bisa naik kecuali lewat rumah yang saya tempati. Dan ini sudah kali keempat atau kelima mereka minjem kunci dan betulin genteng, manjat lewat halaman belakang rumah saya. Dan mbenerinnya nggak pernah sukses L ). “O, ya pak, nggak papa, besok saya kerja kunci saya tinggal, masih bocor to Pak?” “Iya bu, nambah parah bocornya, pusing saya.” Lalu dia cerita penderitaannya karena bocor itu, sambil merokok (OMG tambah sebel). “ Baik pak, besok dipakai aja, tapi tolong pintu belakang jangan sampai terbuka ya pak, habis keluar ditutup lagi, soalnya banyak binatang di belakang (deket sawah) , biar nggak masuk ke rumah.”  Mungkin akhirnya dia merasa aku udah nggak nyaman, akhirnya pamit.

Huuufffth… tambah lelah rasanya, saya langsung duduk, sambil menarik nafas. Jadi malas mau ngapa-ngapain deh.  Sesaat saya membuka pesan di  handphone, dan pas seorang teman menshare sebuah pelajaran, “Semakin rendah hati seseorang maka ilmu pengetahuan akan turun ke dalam diri seperti samudera.  Sebagai samudera kita harus ikhlas dengan apapun yang datang,  walaupun itu sampah.” 

Saya tercenung dan merasa dicubit  rasa malu terhadap diri saya sendiri yang sempat tak dapat mengendalikan emosi, meskipun hanya, membatin, merasa sebel saja, tapi rasanya itu melipatgandakan kelelahan saya yang sudah bertumpuk sejak dari pekerjaan tadi. Lalu sejenak saya menenangkan diri, hening, dan saya teringat sebuah pelajaran, ketika ada seseorang datang mengatakan sesuatu dan tiba-tiba kita merasa jengkel dengan orang tersebut, maka seharusnya yang kita lihat bukan kenapa dia nyebelin atau bikin jengkel, tapi kenapa kita jengkel? Orang tersebut secara tidak langsung sedang menunjukkan apa yang masih tersimpan dalam diri kita,  apakah hati kita ini sudah benar-benar bersih dan tulus? Apakah kita sudah bisa ikhlas menerima siapapun, apalagi ini datang minta tolong. Ya, orang lain menjadi cermin bagi diri kita, untuk mengetahui apa yang masih tersimpan di dalam diri. Kalau kita masih bereaksi negatif, maka berarti masih memiliki hal yang negatif di dalam diri. Kalau kita tidak punya hal negatif dalam diri, maka orang bicara apapun harusnya saya tidak perlu merasa jengkel.

Lalu selintas teringat sebuah kalimat dalam CD Soul Reflection yang mengatakan bahwa, “Seringkali kita dapat melakukan penilaian pada orang lain, dan tak dapat mengukur kedalaman hati kita. Seringkali kitapun melakukan proses-proses pengingkaran, kita tidak jujur pada diri kita sendiri. Jujur pada orang lain lebih mudah, tapi jujur pada diri sendiri membutuh waktu untuk merenungkannya.” Saya mengakui, saya masih punya ego, tidak ikhlas, seharusnya saya bersyukur dan berterimakasih pada Bapak tetangga yang sudah menunjukkan apa yang ada dalam diri saya.

Akhirnya malam ini, saya belajar lagi untuk kesekian kalinya, bahwa kita harus aware dengan “cermin” yang datang dan melihat kepadanya untuk melihat kedalam diri kita, dan jujur atas rasa apa yang muncul. Kecepatan memahami, dan segera memurnikan diri agar rasa negatif tidak berlarut-larut ini akan membuat diri kita selalu damai.


#soulreflection #ngesoulforpeace

Tidak ada komentar:

Posting Komentar